MEMBACA BERSAMA
Sejak usia empat bulan aku mulai membelikan anakku – Zaidan – buku-buku pertamanya. Kami membaca bersama saat dia akan tidur, atau…kapan pun dia menginginkanya.
Bertambah usia aku membelikan buku yang berfariasi. Setiap ada buku baru dia selalu minta di bacakan berualang-ulang. Aku sampai heran. Dia minta dan terus minta di ulang-ulang ceritanya.
Suatu hari, waktu itu dia masih berusia dua tahun.Ketika kami akan tidur siang, seperti biasanya, aku selalu membacakan cerita dulu, kemudian bernyanyi dan berdoa. Karena dia tidak juga mau tidur, akhirnya aku suruh dia membaca cerita.
Dan, dia tersenyum, “Ya.” Lalu tangan-tangan mungilnya mulai membuka buku. “Balwon Teddy…” Dia membaca judulnya, menirukan aku,maksudnya “ Balon Teddy” Aku mengangguk “Iya!” Ucapku riang sambil tersenyum. Zaid tersenyum dan bertambah semangat. Ah, dia tersipu-sipu.
“Teddy mukan Balwon.” Ucap Zaidku ketika membuka halaman pertama tentang Teddy yang menemukan balon yang nyangkut di pohon.
“Balon tiup.”
“Makin besaar..”
“Besar lagiii…”
“Teddy telbang…”
“Makin…tinggi…”
Dia terus membuka halaman demi halaman, melihat gambarnya dan menceritakan seperti aku membacakan untuknya. Aku selalu bertepuk tangan dan mengucapkan kata “iyaa…” setiap kali dia berhasil membaca gambar. Dia terus membuka hingga di halaman terakhir dia berteriak. “Balon ledak. Teddy jatuh. Nyangkut pohon.”
“Dah ya, Sekarang…bobok yaa…?” Ucapnya sambil menaruh buku. Aku terharu sekali. “Zaid pintar ya? Bisa membaca cerita” Dan berulang kali aku ciumi dia. Dia tertawa. Aku melihat kebanggaan dari sorot matanya.
Ah, saat-saat yang tidak bisa tergantikan. Aku merasakan sebuah rasa menelusup kebilik-bilik hatiku. Hatiku gerismis, haru. Hingga dia terlelap aku terus memandanginya. Subhanalloh.
Sekarang, Zaid sudah berusia tiga tahun lebih, suatu hari di saat kami pulang kampung, dia mengatakan pada mbah putrinya, ‘Mbah Nenek, aku mau menerbitkan buku.”
“Apa itu, lhe?” tanya mbah putrinya.
“La iya, aku mau menerbitkan buku…”
He…he…aku tersenyum-senyum melihat tingkahnya.
Suatu hari, waktu itu dia masih berusia dua tahun.Ketika kami akan tidur siang, seperti biasanya, aku selalu membacakan cerita dulu, kemudian bernyanyi dan berdoa. Karena dia tidak juga mau tidur, akhirnya aku suruh dia membaca cerita.
Dan, dia tersenyum, “Ya.” Lalu tangan-tangan mungilnya mulai membuka buku. “Balwon Teddy…” Dia membaca judulnya, menirukan aku,maksudnya “ Balon Teddy” Aku mengangguk “Iya!” Ucapku riang sambil tersenyum. Zaid tersenyum dan bertambah semangat. Ah, dia tersipu-sipu.
“Teddy mukan Balwon.” Ucap Zaidku ketika membuka halaman pertama tentang Teddy yang menemukan balon yang nyangkut di pohon.
“Balon tiup.”
“Makin besaar..”
“Besar lagiii…”
“Teddy telbang…”
“Makin…tinggi…”
Dia terus membuka halaman demi halaman, melihat gambarnya dan menceritakan seperti aku membacakan untuknya. Aku selalu bertepuk tangan dan mengucapkan kata “iyaa…” setiap kali dia berhasil membaca gambar. Dia terus membuka hingga di halaman terakhir dia berteriak. “Balon ledak. Teddy jatuh. Nyangkut pohon.”
“Dah ya, Sekarang…bobok yaa…?” Ucapnya sambil menaruh buku. Aku terharu sekali. “Zaid pintar ya? Bisa membaca cerita” Dan berulang kali aku ciumi dia. Dia tertawa. Aku melihat kebanggaan dari sorot matanya.
Ah, saat-saat yang tidak bisa tergantikan. Aku merasakan sebuah rasa menelusup kebilik-bilik hatiku. Hatiku gerismis, haru. Hingga dia terlelap aku terus memandanginya. Subhanalloh.
Sekarang, Zaid sudah berusia tiga tahun lebih, suatu hari di saat kami pulang kampung, dia mengatakan pada mbah putrinya, ‘Mbah Nenek, aku mau menerbitkan buku.”
“Apa itu, lhe?” tanya mbah putrinya.
“La iya, aku mau menerbitkan buku…”
He…he…aku tersenyum-senyum melihat tingkahnya.
thx referensinya....artikel dan dan blog yang bagus gimana cara....
memang betul, minat baca harus diterapkan sejak dini pada anak2,pengalaman yang bagus pak. salam kenal ya pak.
@anonim ..trims
@murad maulana..trims mas salam kenal kembali
Post a Comment